PELAKSANAAN PASAL 4 AYAT (1) PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2010 TENTANG PENERTIBAN DAN PENDAYAGUNAAN TANAH TERLANTAR DI KABUPATEN BLITAR
Abstract
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2010 tentang Penertiban dan Pendayagunaan Tanah Terlantar (PP 11/2010) dibentuk guna menyelesaikan persoalan penelantaran tanah di Indonesia. Namun, justru Perkebunan Kismo Handayani di Kabupaten Blitar sebagai tanah yang masuk database tanah terindikasi terlantar, justru mengalami puncak konflik pasca pelaksanaan PP 11/2010. Hal tersebut melatarbelakangi peneliti untuk meneliti pelaksanaan dan akibat pelaksanaan Pasal 4 Ayat (1) PP 11/2010 di Kabupaten Blitar. Penelitian hukum empiris di Perkebunan Kismo Handayani di Desa Soso Kecamantan Gandusari Kabupaten Blitar menggunakan teori sistem hukum, menunjukkan bahwa pelaksanaan Pasal 4 Ayat (1) PP 11/2010 di Kabupaten Blitar, menjadikan tanah sengketa sebagai indikator tanah terindikasi terlantar (suatu pengindikasian tanah terindikasi terlantar yang tidak sesuai dengan substansi PP 11/2010), berakibat terhentinya pelaksanaan PP 11/2010 pada tahap identifikasi dan penelitian, tidak ada satupun hak atas tanah di Kabupaten Blitar yang ditetapkan oleh Kepala BPN-RI sebagai tanah terlantar, ketidakjelasan status hukum hak atas tanah Perkebunan Kismo Handayani selama ± 6 tahun ( 2011-2016 ), dan memuncaknya ekskalasi konflik di area eks-HGU Perkebunan Kismo Handayani pada rentang waktu Tahun 2011-2016 yang pada akhirnya diatasi dengan redistribusi dan penerbitan sertifikat HGU atas nama Kismo Handayani pada tahun 2017. Hasil penelitian ini patut dijadikan bahan refleksi. Tertib maupun konflik, merupakan akibat pelaksanaan (substansi) hukum yang sangat bergantung pada pelaksana hukum  yang akan berimplikasi pada wujud budaya hukum masyarakat.