@article{Muh Ali Masnun_Radhyca Nanda Pratama_2020, title={Disharmoni dalam Pengaturan Kurikulum, Pendidikan Pancasila, dan Pendidikan Kewarganegaraan di Perguruan Tinggi}, volume={10}, url={https://ejournal.unisbablitar.ac.id/index.php/supremasi/article/view/972}, DOI={10.35457/supremasi.v10i2.972}, abstractNote={<p>Kurikulum sebagai instrumen yang memuat rencana dan pengaturan mengenai identitas deskripsi mata kuliah, tujuan, isi, bahan pelajaran serta cara yang digunakan dalam penyelenggaraan dan mencapai tujuan pendidikan memiliki peran yang cukup krusial. Penerapan kurikulum Mata Kuliah Wajib Umum (MKWU) di seluruh perguruan tinggi di Indonesia hingga saat ini belum memiliki keseragaman, terutama pada mata kuliah pendidikan Pancasila dan pendidikan kewarganegaraan baik dari sisi nomenklatur pemberian nama mata kuliah maupun beban satuan kredit semester (SKS). Tujuan penelitian ini menganalisis mengenai kurikulum, pendidikan Pancasila, dan Pendidikan Kewarganegaraan dengan menggunakan analisis kajian hukum doktrinal. Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan konseptual dan pendekatan perundang-undangan. Disharmoni antara ketentuan Pasal 37 ayat (2) UU Sisdiknas dan Pasal 35 UU Dikti merupakan salah bentuk disharmoni horizontal yang menimbulkan beberapa problematika yuridis antara lain disfungsi hukum, terjadinya perbedaan penafsiran dalam pelaksanaannya, tidak terlaksana secara efektif dan efisien dan dapat menimbulkan ketidakpastian hukum. Adapun upaya peraturan perundang-undangan yakni dengan cara mengubah atau mencabut pasal yang mengalami tidak sinkron oleh lembaga atau instansi yang memiliki kewenangan, namun demikian mekanisme ini memerlukan waktu yang relatif cukup lama karena untuk dapat mengubah suatu peraturan perundang-undangan harus masuk dalam prolegnas dan rangkaian pembentukan peraturana perundang-undangan. Mekanisme atau cara lain adalah dengan menggunakan asas hukum yakni <em>lex posteriori derogat lege priori</em> dan asas <em>lex specialis derogat lege generalis</em> sehingga Pasal 35 UU Dikti dapat mengesampingkan ketentuan Pasal 37 ayat (2) UU Sisdiknas.</p&gt;}, number={2}, journal={Jurnal Supremasi}, author={Muh Ali Masnun and Radhyca Nanda Pratama}, year={2020}, month={Sep.}, pages={9-18} }